Literasi tidak
terpisahkan dari dunia pendidikan. Literasi menjadi sarana siswa dalam
mengenal, memahami, dan menerapkan ilmu yang didapatkannya di bangku sekolah.
Literasi juga terkait dengan kehidupan siswa, baik di rumah maupun di
lingkungan sekitarnya untuk menumbuhkan budi pekerti mulia. Literasi pada
awalnya dimaknai 'keberaksaraan' dan selanjutnya dimaknai 'melek' atau
'keterpahaman'. Pada langkah awal, ―melek baca dan tulis" ditekankan
karena kedua keterampilan berbahasa ini merupakan dasar bagi pengembangan melek
dalam berbagai hal.
Pemahaman literasi pada akhirnya
tidak hanya merambah pada masalah baca tulis saja. Menurut Word Economic
Forum (2016), peserta didik memerlukan 16 keterampilan agar mampu bertahan
di abad XXI, yakni literasi dasar (bagaimana peserta didik menerapkan
keterampilan berliterasi untuk kehidupan sehari-hari), kompetensi (bagaimana
peserta didik menyikapi tantangan yang kompleks), dan karakter (bagaimana
peserta didik menyikapi perubahan lingkungan mereka). Berikut adalah
penggambaran hal itu (Word Economic Forum, 2016).
Selain
itu, ada juga tiga literasi lainnya yang perlu dikuasai oleh peserta didik,
yakni literasi kesehatan, keselamatan (jalan, mitigasi bencana), dan kriminal
(bagi siswa SD disebut ―sekolah aman‖) (Wiedarti, Mei 2016). Literasi gesture
pun perlu dipelajari untuk mendukung keterpahaman makna teks dan konteks
dalam masyarakat multikultural dan konteks khusus para difabel. Semua ini
merambah pada pemahaman multiliterasi. Dalam lingkup karakter, penguatan
pendidikan karakter (PPK) di Indonesia mengacu pada lima nilai utama, yakni (1)
religius, (2) nasionalis, (3) mandiri,(4) gotong royong, (5) integritas
(Depdikbud, 2016).
Menurut Cope dan Kalantzis (2000),
pedagogi multiliterasi yang dikembangkan oleh New London Group merupakan
pandangan yang melihat semakin berkembangnya dimensi literasi yang multibahasa
dan multimodal. Dengan demikian, sekolah dan masyarakat perlu mengembangkan
praktik dan keterampilan menggunakan beragam cara untuk menyatakan dan memahami
ide-ide dan informasi dengan menggunakan bentuk-bentuk teks konvensional maupun
bentuk-bentuk teks inovatif, simbol, dan multimedia (Abidin, 2015). Beragam
teks yang digunakan dalam satu konteks ini disebut teks multimodal (multimodal
text). Adapun pembelajaran yang bersifat multiliterasi--menggunakan
strategi literasi dalam pembelajaran dengan memadukan keterampilan abad ke-21
(keterampilan berpikir tingkat tinggi)--diharapkan dapat menjadi bekal
kecakapan hidup sepanjang hayat.
Hal ini sesuai dengan apa yang
tersaji dalam peta jalan gerakan literasi nasional (GLN). Dalam buku tersebut,
makna dan cakupan literasi meliputi: :‖(a) literasi sebagai rangkaian kecakapan
membaca, menulis, berbicara, kecakapan berhitung, dan kecakapan dalam mengakses
dan menggunakan informasi; (b) literasi sebagai praktik sosial yang
penerapannya dipengaruhi oleh konteks; (c) literasi sebagai proses pembelajaran
dengan kegiatan membaca dan menulis sebagai medium untuk merenungkan,
menyelidik, menanyakan , dan mengkritisi ilmu dan gagasan yang dipelajari, (d)
literasi sebagai teks yang bervariasi menurut subjek, genre, dan tingkat
kompleksitas bahasa.‖
Berdasarkan
uraian tersebut, istilah literasi merupakan sesuatu yang terus berkembang atau
terus berproses, yang pada intinya adalah pemahaman terhadap teks dan konteksnya
sebab manusia berurusan dengan teks sejak dilahirkan, masa kehidupan, hingga
kematian, Keterpahaman terhadap beragam teks akan membantu keterpahaman
kehidupan dan berbagai aspeknya karena teks itu representasi dari kehidupan
individu dan masyarakat dalam budaya masing-masing.
Komunitas
sekolah akan terus berproses untuk menjadi individu ataupun sekolah yang
literat. Untuk itu, implementasi GLS pun merupakan sebuah proses agar siswa
menjadi literat, warga sekolah menjadi literat, yang akhirnya literat menjadi
kultur atau budaya yang dimiliki individu atau sekolah tersebut.
Download : Literasi
0 Response to "LITERASI"
Post a Comment