Sejak
kecil saya sering mendengar kata “MUDIK”, bahkan sampe sekarangpun kata-kata
itu masih sering terdengar ditelingaku, maklum orang tuaku rumahnya dekat jalan
By Pass, jadi istilah mudik mungkin identik dengan pulangnya seseorang dari
perantauan menuju kampung halamannya untuk bisa bertemu sanak saudaranya
dikampung halaman. Hari ini saya pingin mengungkap arus mudik selama perjalananku
dari Kertasemaya menuju Jatibarang memang dekat sih masih kawasan Indramayu
semua, namun hiruk pikuk kendaraan malam ini begitu banyak sehingga saya
tertarik untuk menulis lewat blog ini.
Malam
ini mungkin bukan malam pertama bagi mereka yang mudik menuju kampung
halamannya, namun yang jadi pertanyaan saya, semenjak saya kecil hingga sampe
dewasa ini bukannya berkurang kendaraan malah tambah banyak kendaraan,
mungkinkah ini yang dinamakan kemajuan?. Selama
dalam perjalanan hati kecil saya berkata? apakah selamanya semua orang itu
masih mencari nafkahnya hanya bisa di Ibu Kota (Jakarta) atau dikota-kota yang
sudah maju perekonomiannya, apakah ini sebuah kemajuan? ataukah terus mengalami
kemuduran ? atau mungkin arus mudik merupakan sebuah tradisi yang ada di
Indonesia, ada paradigma sendiri untuk mengungkap fenomena itu semua, ada yang
beranggapan bahwa arus mudik merupakan suatu tradisi atau ciri khas bangsa
Indonesia.
Sejenak
melepas lelah, sambil minum koffi bersama teman saya, saya beranggapan apakah
kemajuan dari seluruh wilayah yang ada di Indonesia belum merata, sehingga Kabupaten/Kota
yang masih tertinggal perekonomiannya tidak layak untuk mencari nafkah dan
berpatokan hanya pada Ibu Kota Jakarta atau Kota yang sudah maju lainnya, kalau
dilihat dari mata pencaharian mungkin disinilah effek ketidak seimbangan antara
lapangan perkerjaan dengan penduduk yang semakin banyak berkembang, jadi
wajarlah bila mereka-mereka menggantungkan hidupnya dikota-kota yang sudah mapan
untuk mendapatkan pekerjaanya, saya yakin jika negara Indonesia yang kita
cintai ini sudah merata perekonomiannya mungkin tidak banyak lagi ada orang-orang
yang bergantung mencari pekerjaannya atau mencari nafkahnya pada Ibu Kota atau
kota-kota lainnya yang sudah maju, mungkin mereka akan mencari nafkahnya
didaerah sendiri dimana ia dilahirkan. Sampai detik ini saya hanya bisa
berfikir semoga bangsa Indonesia ini segera bisa meratakan semua
perekonomiannya diseluruh wilayah Indonesia, sehingga arus kemacetan dengan
tradisi MUDIK setiap mau lebaran bisa terkendali dengan baik.
Pada
malam hari ini pula ijinkanlah sebelum lebaran tiba saya atas nama Pribadi
penulis BLOG PRAKARYA INDRAMAYU
mengucapkan “Taqabbalallahu minna waminkum...shiyamana wa shiyamakum” Mohon
Maaf Lahir Batin, apabila dalam penulisan di dalam BLOG PRAKARYA INDRAMAYU ini banyak salah dan khilaf saya dan
keluarga mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya dan SELAMAT IDUL FITRI
0 Response to "ARUS MUDIK “TRADISI ATAU PERTANDA PEREKONOMIAN BELUM STABIL”"
Post a Comment